11.11.07

a-politis dan a-historis?

Politically aware. Socially conscious. Boldly experimental. Demikian kata majalah TIME tentang para seniman Asia. Tapi apakah demikian halnya dengan para seniman dan pekerja seni Indonesia? Tampaknya tidak.

Liat saja karya-karya seni--terutama seni pertujukan/film, yang paling punya pengaruh ke masyarakat. Sangat sedikit yang menunjukkan bahwa pencipta ato pembuatnya sadar politik dan sosial. Karya-karya itu--khususnya film dan sinetron--lebih mencerminkan hasrat memproduksi dan hasrat mencari popularitas (jika bukan uang) yang tidak ada kaitan dan relevansinya dengan nasib masyarakat. Film-film dan sinetron itu menunjukkan betapa para seniman dan pekerja seni di baliknya tidak peka akan peran mereka yang sangat mempengaruhi pembentukan masyarakat-- khususnya remaja. Mereka terlihat sangat acuh, abai, a-politis dan a-historis. Sangat jarang ada film/sinetron yang merupakan cerminan dari realitas di negeri ini. Juga sangat sedikit film/sinetron yang membangkitkan semangat kemajuan. Sebagian besar film/sinetron lebih banyak meninabobokkan, bukan "menghibur" sebagaimana sering mereka nyatakan.

Dalam dunia perfileman/persinetronan, jika ada yang sedikit idealis justru jadi bahan tertawan. "Hari gini idealis? Haha....," demikian cerita seorang teman tentang ejekan yang sering muncul terhadap orang-orang idealis di dunia perfileman dan persinetronan Indonesia.

Absurd memang. Seni pertunjukkan memainkan peran penting dalam pembentukan masyarakat. Akan jadi seperti apa karakter anak-anak di negeri ini ditentukan oleh apa yang sering mereka toton dan mereka serap. Namun ironisnya mereka yang memegang kekuasaan di dunia pertunjukan--entah film, sinetron atau televisi, tidak peduli akan hal itu. Mereka hanya mengejar uang, uang dan uang, selain popularitas dan kebanggaan semu yang membingungkan. Mereka sudah menjadi seperti para politisi, yang memegang kekuasaan atas masyarakat tapi tidak peduli dengan nasib dan masa depan masyarakat.

Lebih tragisnya lagi, hampir tidak ada yang dalam ukuran kreativitas bisa dibilang eksperimental. Seperti para seniman yang diulas TIME.

0 comments:

Post a Comment