11.6.08

triliunan aset negara bisa raib

Jakarta, Kompas, 10 Juni 2008

Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK mengkhawatirkan ratusan, bahkan ribuan, triliun rupiah aset negara akan raib bila tidak segera dibenahi. Wakil Ketua KPK Haryono Umar menyampaikan kekhawatiran itu dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat, Senin (9/6).

”Setiap instansi, badan usaha milik negara (BUMN), dan pemerintah daerah memiliki aturan masing-masing yang memungkinkan penyalahgunaan aset negara,” ujar Haryono.

Saat ditemui di sela rapat, Haryono mengatakan, aset Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) saja, yang semula dikuasai pihak asing, dari senilai Rp 225 triliun sekarang tinggal Rp 25 triliun.

Pada April lalu, KPK menemukan triliunan rupiah aset yang dibeli dari dana dekonsentrasi ternyata tidak jelas. Saat dicek KPK, aset negara itu bahkan sama sekali tidak tercatat di pemerintah pusat maupun daerah. Dana dekonsentrasi yang dialirkan pemerintah pusat ke daerah sangat besar setiap tahunnya, sekitar Rp 200 triliun.

Menurut Haryono, banyak aset PT Perkebunan Nusantara pun tidak jelas. Dia mencontohkan, di perkebunan teh Gunung Mas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, banyak aset negara berupa tanah yang dikuasai pejabat dan masyarakat sehingga, selain merugikan negara, kini juga merusak lingkungan.

Aset rumah dinas PT Kereta Api juga banyak yang dikuasai mantan pejabat. Data sementara, ada 41 rumah yang masing-masing nilainya Rp 8 miliar dikuasai mantan pejabat. Ada belasan ribu rumah dinas lain, yang ukurannya lebih kecil, juga dikuasai pihak luar.

Berapa banyak total aset negara yang hilang, KPK belum bisa memastikan. Ini karena KPK baru konsentrasi pada persoalan aset negara ini beberapa bulan belakangan, yaitu di 11 kementerian, 10 BUMN, dan satu pemerintah daerah. Total aset yang ditangani Departemen Keuangan (pemerintah pusat) sekitar Rp 1.200 triliun. Selain itu, masih ada yang ditangani Kementerian Negara BUMN.

”Kalau dibiarkan, ratusan triliun, bahkan seribuan triliun aset itu bisa hilang,” kata Haryono.

KPK jangan eforia

Dalam rapat dengar pendapat, tidak banyak anggota Komisi III yang memberi tanggapan terkait keberadaan aset negara itu. Fahri Hamzah dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera justru meminta KPK tak menangani persoalan itu.

”Kami menghormati kepercayaan masyarakat yang tinggi pada KPK. Namun, KPK jangan eforia. Jangan semua ditangani. Ada lembaga lain yang berwenang, yaitu Depkeu,” kata Fahri.

Anggota Dewan juga lebih banyak mempersoalkan pemeriksaan KPK dalam pesta pernikahan keluarga pejabat negara, terkait gratifikasi.

Willa Candrawila dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, misalnya, menilai KPK berlebihan karena, sesuai UU, seharusnya lembaga itu bersifat pasif. Ia juga khawatir gerakan itu hanya dilakukan KPK pada pejabat negara tertentu dan bisa dijadikan alat kampanye. (sut)

0 comments:

Post a Comment