18.11.07

ironi hak cipta









Nia Arunita, sang penulis novel Eiffel I'm in Love, digugat Rp. 500 juta. Gara-garanya ia memublikasikan sekuel Eiffel I'm in Love yang diberi judul Lost in Love lewat e-book. Aneh bukan? Nerbitin buku kok malah digugat?

Begitulah. Nia sendiri bingung alang kepalang. Ia tidak merasa ada yang salah dengan tindakannya. Bahkan tindakannya boleh dikata merupakan kemajuan: menerbitkan buku dalam format digital. Namun tidak menurut PT. Soraya, sang penggugat. Lewat kuasa hukumnya Hotman Paris Hutapea, PT. Soraya menganggap Nia melanggar kontrak kesepakatan. Nia dianggap telah menjual secara eksklusif Eiffel I'm in Love kepada PT. Soraya, dan terikat untuk bikin tiga cerita lagi untuk Soraya. Tindakan Nia memublikasikan Lost in Love dianggap melanggar kontrak, karena bagi PT. Soraya Lost in Love dianggap sudah otomatis menjadi hak PT. Soraya.

Nia pun pusing dibuatnya. Ia memang telah menerima puluhan juta dari kontrak tersebut, tapi digugat karena menerbitkan sebuah karya sendiri sungguh tidak bisa ia mengerti. Ia tak ubahnya ayam yang tak punya hak atas telur-telurnya. Aneh bin ajaib. Tapi begitulah HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual), apalagi jika sudah di tangan industri. Aturan yang sedianya digunakan untuk melindungi hak para pencipta serta menghambat pembajakan dan penjiplakan itu justru berbalik menusuk para pencipta itu sendiri. Oleh karenanya, ada baiknya para penulis maupun pekerja kreatif yang lain harus jeli dengan kontrak-kontrak yang biasa diajukan kalangan industri.

Di tempat lain, ada lagi cerita absurd terkait HAKI. Di beberapa kabupaten di Jawa Timur seperti Jombang dan Kediri, para petani ditangkapi polisi. Gara-garanya mereka menanam jagung tanpa ijin. Aneh lagi bukan? Menanam jagung harus pake ijin?

Ya, para petani tersebut dianggap melanggar hak cipta dari jagung itu--yang dipegang PT. BSI. Awalnya, petani memang membeli benih jagung dari PT. BSI. Tapi setelah panen para petani menebarkan sebagian jagung hasil panennya untuk dijadikan bibit, sehingga tidak perlu membeli bibit baru. Tapi tindakan itulah yang justru membuat mereka dianggap melanggar hak cipta. Menurut PT. BSI, berdasar aturan hak cipta, hal itu tidak diperbolehkan. Jika tetap ingin menanam jagung jenis yang dimiliki BSI, petani harus membeli benih dari PT. BSI.

Itulah beberapa cerita ironik terkait HAKI. Aku sendiri gak percaya pada dasarnya copyright dimaksudkan untuk melindungi penciptaan. Pada zaman Marx, zaman kekhalifahan Islam atau Aristoteles tidak ada itu undang-undang HAKI seperti hari ini. Dan kreativitas berfikir dan mencipta jalan-jalan aja. Bahkan tidak adanya HAKI membuat pengetahuan terdistribusi secara merata--tinggal kemampuan yang ingin mengaksesnya. Bukankah pengetahuan akan dianggap manfaat jika ditularkan, bukan di-keep sendirian demi alasan uang?

Aku merasa undang-undang HAKI yang ada sekarang lebih untuk memonopoli pengetahuan dan kekayaan, bukan untuk memacu dan melindungi kreativitas penciptaan. Apalagi banyak fakta menunjukkan bahwa produk-produk dan kekayaan kultural negara dunia ketiga yang dipatenkan oleh negara maju. Seperti Tempe misalnya, yang dipatenkan sama Jepang. Negara-negara dan industri maju ingin tetap mempertahankan keunggulan mereka lewat undang-undang hak cipta, sehingga negara lain tidak bisa mengejarnya.

Jika semua ciptaan dipatenkan, apa jadinya peradaban ini? Apakah kita semua harus bayar karena menggunakan/meniru produk-produk yang kita butuhkan untuk hidup?

Bayangkan, apa jadinya jika orang yang menemukan kursi mematenkan ciptaannya dan kita semua yang ingin membuat kursi harus membayar royalty kepadanya? Atau yang menemukan roda, pisau, sapu dan seterusnya? Bahkan saat ini, yang dipatenkan bukan cuma produk, tetapi juga cara. Cara membuat roti, membuat wine, membuat tempe dan seterusnya. Dan siapa-siapa yang dianggap meniru cara tersebut bisa dituntut. Maka, jangan heran kalo suatu hari nanti ada yang menuntut Anda karena cara berpakaian Anda dianggap meniru cara berpakaian seorang model yang sudah dipatenkan. Atau cara jalan Anda, cara bicara Anda. Siapa tahu?!

Selamat datang ke dunia yang makin abdurd! Gut luck!

0 comments:

Post a Comment