4.12.07

every power has its limit









Chavez kalah. Chaves kalah.

Dalam referendum hari Minggu untuk menentukan apakah rakyat Venezuela mendukung perubahan konstitusi agar presiden bisa mencalonkan diri untuk ketiga kalinya--yang memungkinkan Chavez mencalonkan diri lagi dalam pemilu mendatang
, Chavez harus menemui kenyataan pahit: sebagian besar rakyat menolak.
50.7 berbanding 49.3 persen.

Tidak mengejutkan sebenarnya. Aku sebelumnya juga ragu bahwa rakyat Venezuela akan mendukung proposal itu. Chavez memang dicintai banyak rakyatnya. Terutama kalangan bawah. Karena ia bisa membagi kemakmuran di kalangan mereka. Tetapi itu tidak lantas mereka akan membiarkan ada orang yang berkuasa terlalu lama. Termasuk Chavez.

Saat ini zaman demokrasi, dan orang sangat sensitif dengan segala bentuk hasrat kekuasaan. Termasuk rakyat Venezuela. Memang, tentu Chavez punya alasan kenapa ia ingin berkuasa kembali. Ia mungkin merasa bahwa jalan sosialisme belum cukup aman dan mapan di negerinya. Mungkin ia juga merasa bahwa jika ia tidak kembali berkuasa, Venezuela akan "jatuh kembali" ke genggaman Amerika. Dan ia tidak rela. Ia tidak rela negerinya menjadi jarahan Amerika dan para kapitalis dunia. Apalagi, bukan hanya Venezuela yang akan kembali merana jika ia jatuh dan ekonomi kembali dikendalikan tangan-tangan kapitalis dunia, tetapi juga Amerika Latin pada umumnya.

Sejak terpilih tahun 1998--dan sempet dikudeta dua hari tahun 2002, Chavez bukan hanya berbuat untuk rakyatnya, tetapi juga benuanya. Brazil, Chili, adalah negara tetangga yang banyak "ditolong" oleh Chavez. Dan jika Chavez jatuh, masa depan dua negara tersebut juga menjadi taruhannya. Chavez adalah satu dari sedikit pemimpin dunia--selain Putin di Rusia--yang sanggup mendorong keseimbangan politik dunia. Namun tampaknya itu tidak dimengerti oleh rakyat Venezuela. Atau mungkin tidak pas di hati mereka.

Yah, setiap hasrat kekuasaan memang akan cenderung dipandang penuh curiga. Meski ia lahir dari orang yang terbukti telah mendedikasikan kekuasaannya buat bangsa. Dan suka tidak suka kita mesti menerimanya. Negara milik rakyat semua, dan hasrat memonopoli kekuasaan akan dipandang sebagai cermin kediktatoran, privatisasi dan personalisasi, yang itu tidak bisa terima. Sehingga wajar saja jika rakyat Venezuela tidak mendukung keinginan Chavez.

Namun berbeda dari banyak media yang menulis kekalahan Chavez sebagai pertanda akhir kekuasaanya, aku tidak demikian halnya. Kekalahan dalam referendum kemaren tidak berarti kekalahan Chavez. Yang kalah dalam referendum tersebut hanyalah sebuah gagasan. Gagasan agar seseorang bisa berkuasa lebih lama. Jika aku warga Venezuela, aku mungkin juga bersikap sama: tidak mendukung proposal itu. Seperti yang dilakukan Humberto Rodriguez, seorang tukang servis AC yang mengaku pendukung Chavez.
"I believe in Chávez. But I'm not convinced that giving him more powers is a good thing to do," katanya.

Every power...
Every desire....
Has its limits.
But keep fight, Chavez!
For better Venezuela.....


0 comments:

Post a Comment