2.1.08

beli sinyal

Suatu hari, seorang saudagar dari sebuah kampung di sebuah daerah terpencil di Republik Mimpi merasa tersinggung karena diceritai tetangga-tetangganya bahwa anak-anak muda di kampung tetangga sekarang hampir semua memiliki HP. Tapi di kampung itu, yang nota bene memang miskin dan sampai sejauh itu tidak ada yang butuh bertelepon, tak seorang pun yang memiliki HP. Karena ingin memecahkan rekor sebagai orang pertama di kampung tersebut yang punya HP--agar masuk dalam rekor MURI, sang saudagar, dengan ditemani anak muda kampung situ yang dianggap mengerti fesyen, segera berangkat ke kota dan bertanya di mana kiranya ada toko HP. Tak lama mereka pun menemukan toko HP yang dimaksud.

Sesampai di toko, sang saudagar ditanya, "Mau HP apa Pak?"
Ia kebingungan, dan nanya ke sang anak muda. Sang anak muda juga bengong, karena tidak tahu merek atau jenis HP.
"Pokoknya yang paling bagus," jawab sang saudagar.
"Ooo, kalo gitu Nokia aja Pak. Yang komunikator, seperti punya Pak Bupati," kata sang pelayan sambil menjelaskan ke sang saudagar bahwa Nokia Communicator adalah HP terbaik dan termahal di kota itu.

Mendengar HP itu seperti milik Bupati, kontan sang saudagar langsung mengiyakan. Ia mengeluarkan tasnya dan segera membayar. Begitu HP diserahkan, sang saudagar hendak beranjak pergi. Tapi suara sang pelayan menghentikannya.

"Tidak nomornya sekalian pak?"
"Nomor? Nomor apa? Kayak judi buntut aja, pake nomor," kata sang saudagar.
"Lha HP memang harus pake nomor pak. Kalo gak ya gak bisa dipake."
"Ya sudah, nomornya berapa?
"Cuma lima puluh ribu."
"Ah, cuma lima puluh ribu tho," jawab saudagar sambil kembali mengeluarkan uang.
"Mau milih yang Simpati, Mentari atau XL pak?" tanya pelayan.
"Wah, apalagi itu? Kok satunya seperti nama Matahari, dan satunya lagi malah kayak ukuran celana dalam?" Sang saudagar bengong. "Apa aja lah," jawabnya.
"Tapi ngomong-ngomong Bapak tinggal di mana? Jadi bisa saya pilihkan kartu yang tepat. Karena gak semua area di kabupaten ini bisa dapet sinyal pak."

Sang Saudagar pun menyebutkan nama kampungnya, yang dijawab Mbak-mbak pelayan dengan, "Wah, sepertinya di kampung Bapak belum ada sinyal. Baik Simpati, Mentari atau XL."
Sesaat Sang Saudagar bingung, gak ngerti apa yang dimaksud. Lantas ia menjawab, "Kalo gitu saya beli sinyalnya sekalian."

Sang pelayan pun gantian bengong, gak bisa jawab.

Huahuahua....

0 comments:

Post a Comment